Traveling. Aktivitas ini sekarang jadi favorit banyak orang. Yang berduit banyak tinggal cusss pergi ke berbagai tempat di luar negeri.
Yang duitnya ngepas tapi punya nyali
besar, angkat ransel menjelajahi berbagai daerah dan negara.
Bermacam-macam motivasi orang untuk
melakukan perjalanan ke berbagai penjuru Bumi.
Dari beralasan mumpung masih muda, penasaran
dengan suatu tempat, riset, hingga ketidakpuasan akan suatu kondisi. Atau alasan
yang belakangan ini sedang ngetren, yaitu healing.
Travel Blogger
Dari kesenangan traveling itu,
bermunculanlah travel blogger. Dengan senang hati mereka membagikan pengalaman selama
melakukan perjalanan.
Ada yang berawal dari suka
jalan-jalan. Merasa sayang jika pengalaman selama traveling itu hilang begitu
saja, mereka menuliskannya di blog.
Ada pula yang mengawali dari
sebaliknya. Dari suka menulis, lalu menuliskan apa saja yang dialami. Khususnya
selama melakukan perjalanan wisata.
Misalnya nih sedang traveling ke
Madura. Wisata Madura
apa saja yang menarik untuk diabdikan dalam bentuk tulisan?
Orang yang benar-benar suka traveling
sekaligus menulis, biasanya selalu mendapatkan tema yang menarik untuk ditulis.
Misalnya saja, melewati Jembatan
Suramadu, menginap di hotel, berkunjung ke berbagai destinasi wisata, hingga sensasi
menikmati budaya dan kuliner lokal.
Sering tulisan mereka tak berhenti di
blog, tetapi juga terbit dalam bentuk buku.
Claudia Kaunang dan Trinity adalah
dua di antaranya. Kisah-kisah traveling di blog Claudia Kaunang
kemudian diterbitkan dalam bentuk buku tips perjalanan. Di antaranya Rp 3 Juta
Keliling Korea dalam 9 Hari dan Rp 2,5 Juta Keliling Jepang.
Begitu pula Trinity. Ia mulai menulis
catatan perjalanan di blognya pada tahun 2005. Tahun 2007 catatan itu dibukukan
dalam The Naked Traveler dan diterbitkan oleh Penerbit B First.
Travel Writer Indonesia
Selain travel blogger, ada pula
travel writer. Sama-sama traveling ke berbagai tempat, sama-sama menuliskan
kisah perjalanan. Bedanya, travel writer tidak menggunakan media blog.
Siapa saja mereka? Berikut ini lima orang di antaranya.
1. Adinegoro
Tahun 1920-an Adinegoro melakukan perjalanan ke negara-negara Eropa. Catatan perjalanannya itu kemudian dimuat di majalah Pandji Poestaka.
Pada tahun 1931 catatan-catatan
perjalanan itu dibukukan oleh Penerbit Balai Pustaka. Buku tersebut diberi judul
Melawat ke Barat.
Melawat ke Barat terbitan tahun 1931. Edisi terbarunya terbit tahun 2017. (Foto: https://bit.ly/3cwmtUx) |
Nama sebenarnya adalah Djamaluddin gelar Datuak Maradjo Sutan. Adinegoro adalah nama samaran.
Ia menggunakan nama samaran itu karena semasa bersekolah di STOVIA tidak diperbolehkan menulis. Dengan menggunakan nama samaran, ia bisa menuangkan buah pikirannya.
Wartawan kelahiran 14 Agustus 1904 ini meninggal pada 8 Januari 1967.
2. HOK Tanzil
HOK Tanzil bukanlah wartawan. Ia
adalah dokter dan guru besar mikrobiologi. Baginya, traveling adalah untuk
kepuasan batin.
Dalam bahasa kekinian, HOK Tanzil
bukanlah traveler kaleng-kaleng. Bersama istrinya, ia sudah menjelajahi 238
negara. Sebanyak 15 buku paspor menjadi saksi perjalanannya melintasi perbatasan
berbagai negara.
HOK Tanzil dikenal rajin menulis buku
harian. Saat traveling ia pun menulis catatan perjalanan di buku harian. Catatannya
selalu terperinci. Tanggal dan jamnya pun dicatat. Begitu pula nama daerah,
nama stasiun, nama jalan, dan sebagainya.
Catatan-catatan itu membantunya
mengingat pengalamannya selama traveling.
Tips dari HOK Tanzil bagi traver
writer adalah membuat catatan yang detail sebelum nantinya dituangkan menjadi
artikel.
Baca juga: Belajar Menulis Feature
Tahun 1980an, catatan perjalanan HOK
Tanzil yang dimuat di majalah Intisari selalu ditunggu banyak orang.
Catatan-catatan itu kemudian
diterbitkan menjadi belasan buku. Dua di antaranya adalah Catatan Perjalanan di
Dalam Negeri dan Catatan Perjalanan Pasifik, Australia, dan Amerika Latin.
Royalti dari buku-buku itu langsung
disumbangkannya untuk panti-panti sosial.
Tanggal 19 Oktober 2017, HOK Tanzil
alias Harris Otto Kamil Tanzil meninggal dunia dalam usia 94 tahun.
Buku-buku Karya HOK Tanzil masih bisa ditemukan di berbagai marketplace. |
3. Bondan Winarno
Penonton acara kuliner di TV tahun awal
tahun 2000-an pasti tak asing dengan Bondan Winarno.
Acara kuliner yang dipandu Bondan itu
menghibur sekaligus informatif. Ulasannya berisi. Bukannya “ini enak banget, lo
harus nyobain”. Tidak pula menampilkan host yang rakus menyantap berbagai makanan.
Dari acara inilah wisata kuliner menjadi
kegiatan favorit banyak orang.
Bondan Winarno adalah seorang
wartawan. Sempat menjadi pebisnis, tetapi kemudian balik menekuni dunia
menulis.
Pekerjaannya membawa ia kerap melakukan
perjalanan ke berbagai tempat. Berbeda dengan travel writer lainnya, Bondan
lebih fokus pada wisata kuliner. Dari restoran terkenal hingga warung makan di
dalam gang.
Salah satu buku kuliner karyanya
adalah 100 Mak Nyus Jakarta.
Makanan yang mendapat komentar “mak nyus” dari Bondan sudah terjamin
kelezatannya.
Buku karya Bondan Winarno. |
Bondan Winarno meninggal tanggal 29 November 2017 dalam usia 67 tahun karena penyakit jantung.
4. Gola Gong
Tahun 1987 majalah remaja Hai mulai
memuat cerita serial karya Gola Gong. Judulnya Balada Si Roy. Dari cerita ini,
istilah “avonturir” menjadi kata yang familier.
Roy dalam cerita itu adalah remaja yang menyukai menulis, musik, dan traveling. Roy adalah seorang avonturir jalanan.
Dari edisi majalah, Balada Si Roy kemudian
dibukukan. Pertama kali terbit di Gramedia Pustaka Utama dan cetak ulang berkali-kali.
Selesai kontrak di sana, Balada Si Roy terbit lagi di Beranda Hikmah (Grup Penerbit
Mizan).
Edisi lux Balada Si Roy diterbitkan
oleh Gong Publishing pada tahun 2010. Hardcover, tebal buku 672 halaman, dengan
berat 1 kg.
Tahun 2022 Balada Si Roy menjumpai
masyarakat Indonesia di bioskop. Abidzar Al Ghifari didapuk menjadi si Roy dalam
film yang disutradarai Fajar Nugros tersebut.
Balada Si Roy adalah cerita fiksi. Namun, Roy tak
lepas dari kehidupan Gola Gong, sang pengarang.
Sebelum menulis Balada Si Roy, Gola Gong
telah melakukan perjalanan keliling Indonesia. Saat traveling itu Gong menulis catatan
perjalanannya di buku harian.
Jika buku harian itu penuh, ia
mengirim buku itu ke rumah orangtuanya di Serang. Selanjutnya, ia mulai menulis
di buku harian baru. Begitu seterusnya. Repeated.
Sementara itu, tulisan-tulisan
nonfiksi traveling Gola Gong juga tersebar di berbagai media cetak.
Buku-buku karya Gola Gong. |
Tahun 1991 Gola Gong kembali menyandang
ransel. Kali ini menjelajah Asia. Dalam perjalanan, ia tetap menulis dan mengirimkan
tulisannya ke media cetak di Indonesia.
Jangan bayangkan kulineran di tempat-tempat
hits atau menginap di hotel yang nyaman. Gola Gong, sang avonturir, memilih berbaur
dengan masyarakat setempat. Tidur pun di masjid, terminal, pos polisi, stasiun,
bahkan alam terbuka.
5. Agutinus Wibowo
Di generasi yang lebih muda, kita tak
boleh melupakan Agustinus Wibowo. Lelaki kelahiran Lumajang tahun 8 Agustus
1980 ini adalah seorang penerjemah, travel writer, sekaligus travel photographer.
Sejak kecil, Agus yang berdarah
Tionghoa ini sudah dipaksa akrab dengan diskriminasi sebagai kaum minoritas.
Namun, ketika berkuliah di Universitas
Tsinghua, Beijing, ia dipandang sebagai orang asing. Di negara leluhurnya itu ia tetap mendapat perlakuan berbeda
dibandingkan warga lokal.
Latar belakang itu memengaruhi tujuan
perjalanannya kemudian. Bukan negara-negera favorit wisatawan dunia yang
didatanginya. Tujuannya adalah daerah-daerah perbatasan dan
berkonflik.
Sebut saja di antaranya Papua Nugini, Nepal, Kamboja, Laos, Pakistan, Afghanistan, Uzbekistan, Kirgistan, dan Kazakhstan.
Ia menulis pengalamannya saat traveling
di dalam buku catatan. Catatan-catatan itu kemudian dikembangkannya menjadi
artikel perjalanan dan dimuat di kompas.com.
Tahun 2010 mulailah catatan-catatan
perjalanannya dilirik oleh Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Terbitlah buku Selimut
Debu (2010), Garis Batas (2011), Titik Nol (2013), dan Jalan Panjang untuk Pulang (2021).
Selimut Debu, buku traveling pertama Agustinus Wibowo. |
***
Cerita perjalanan yang detail dan berjiwa
dapat membuat pembacanya seolah mengalami sendiri perjalanan itu.
Tak masalah memublikasikan di media
besar, menerbitkannya dalam bentuk buku, atau menuliskannya di blog pribadi. Rajin
menulis pengalaman saat traveling di blog juga bisa bikin blog makin cuan, loh.
So, jadikan traveling kalian
lebih bermakna ya, Kawan.
Cheers,
Bahan Bacaan
- https://intisari.grid.id/read/03101008/kabar-duka-manusia-161000-km-hok-tanzil-tutup-usia
- https://www.gramedia.com/blog/travel-writer-indonesia-bikin-melek-makna-traveling-sesungguhnya/
- https://tirto.id/kisah-keluyuran-hok-tanzil-keliling-dunia-demi-kepuasan-batin-c24N
Buku-buku karya travel writer Indonesia.
BalasHapusTravel writer Indonesia begitu inspiratif dengan beragam karyanya.
BalasHapusDari list di atas aku lebih banyak tau karya dari Gola Gong karena beliau konsen di literasi
bahkan karya novelnya sudah di angkat menjadi sinema.
Pernah baca tentang wawancaranya
Menurut Gol A Gong, "penulis perjalanan adalah seseorang yang menulis catatan perjalanan dengan beragam sudut pandang."
Salah satu impianku lho ini sebenernya jadi Travel Blogger, cm aku bertanya2 "bisa ngga ya?" karena aku hanya ibu rumah tangga yg setiap hari sm anak2, apa suatu hari bisa nih anak2 mandiri dan aku pergi2, trus suami juga ngizinin apa ngga gtu ya, jd dilema
BalasHapusSalah satu impianku lho ini sebenernya jadi Travel Blogger, cm aku bertanya2 "bisa ngga ya?" karena aku hanya ibu rumah tangga yg setiap hari sm anak2, apa suatu hari bisa nih anak2 mandiri dan aku pergi2, trus suami juga ngizinin apa ngga gtu ya, jd dilema
BalasHapusKagum deh sama para travel blogger, memang jiwanya petualang jadi mereka memang hobi membagikan pengalaman selama melakukan perjalanan.
BalasHapusJaman Nurul Noe itu, saya "kecipratan" rjeki berupa membuatkan gambar petanya dia secara manual
Dari semua penulis yang disebutkan, aku cuma familiar sama Gola Gong dan pernah baca beberapa bukunya. Jadi penasaran mau coba baca hasil karya travel writer lainnya deh. TBH, aku tuh nggak gitu suka travelling tapi aku suka baca tulisan teman2 blogger pas jalan-jalan
BalasHapusMereka memang pelopor ya. Aku pun suka nulis pengalaman jalan-jalan dan makan-makan di blog. Itung-itung menyimpan kenangan dan sudah tentu bisa jadi cuan.
BalasHapus