Blurb
Ada gaya
pembelajaran baru yang sangat erat dengan dunia remaja dan kegemarannya. Generasi muda itu selalu lekat dengan media
sosial. Bisa jadi mereka malah kecanduan medsos. Hal itu bisa dimanfaatkan oleh
guru untuk melaksanakan proses pembelajaran seperti di kelas reguler.
Proses belajarnya akan sangat menarik. Siswa juga akan sangat antusias
mengikutinya. Mereka tak akan bosan, tak akan mengantuk, dan tak akan malas.
Mereka akan asyik belajar dengan media sosial, khususnya Facebook. Mereka akan
antusias, karena itu adalah dunianya.
Bagaimana sebuah atau mungkin beberapa buah media sosial dapat dijadikan
sebagai sebuah media pembelajaran Bahasa Indonesia? Buku ini akan tuntas
membahasnya. Cara, Materi Pengayaan, sekaligus Evaluasi Pembelajaran dimuat
dalam buku ini. Panduannya sangat lengkap. Guru, orang tua, dan remaja, atau
siapa pun bisa melaksanakannya dg mudah. Tak perlu bingung membuat para remaja
senang belajar bahasa Indonesia. Buku ini solusinya.
Judul: Transformasi Media Sosial ke Bahasa Indonesia
(Sebuah Panduan
Alternatif Media Pembelajaran Bahasa Indonesia)
Penulis: Sri Rahayu Setiawati
Penerbit: Pustaka Media Guru
Cetakan: 1
Tahun Terbit: Agustus 2017
Tebal :
viii + 70 halaman
ISBN: 978 -602-5429-31-6
Bahasa di Era Media Sosial
Ehm. Buku serius,
nih. Tentang media pembelajaran bahasa Indonesia. Tapi boleh dong ya aku ulas
dengan gayaku sendiri.
Udah tau kan kenapa
aku memilih mengulas buku alias meresensi buku dengan gaya suka-suka bercampur
curhat?
Pernah tuh
kusebutkan kenapanya saat meresensi buku The Ghost, Dongengan Naga, dan Hujan
(Tere Liye).
Yuklah ngobrolin
buku bersampul putih dengan gambar logo-logo media sosial ini.
Tentang berbahasa di
media sosial ini aku berusaha fair melihat dari dua sisi. Di satu sisi, media
sosial membuat sebagian orang kebablasan berkata-kata. Caci maki, sumpah
serapah, isi kebun binatang, hingga kosa kata di dunia per-“enaena” keluar
tanpa kendali. Belum lagi konten-konten pornografi yang begitu mudah ditemukan.
Di sisi lain,
sebagian orang justru terasah kemampuan berbahasanya melalui media sosial.
Berbagai komunitas dan kelas menulis yang ada di media sosial, terutama
Facebook, menjadi tempat mereka berguru.
Jangan salah.
Komunitas dan kelas menulis di Facebook itu sering diampu oleh para penulis
senior.
Dua sisi ini juga
yang rupanya mengilhami Sri Rahayu Setiawati untuk melakukan penelitian tentang
pembelajaran bahasa Indonesia di media sosial.
Belajar Bahasa Indonesia di Facebook
Yayu, begitu guru
Bahasa Indonesia di SMPN 1 Cimahi ini biasa disapa, membuat grup Teratai Bahasa
di Facebook. Grup ini khusus untuk murid-muridnya.
Pembuatan grup ini
dimaksudkan untuk memfasilitasi siswa berbahasa Indonesia, khususnya dalam
menggunakan ragam bahasa yang resmi. (halaman 21)
Seperti umumnya di
grup-grup Facebook, di grup ini para siswa bisa mengunggah tulisan dan
foto, mengomentari, bertanya, menjawab pertanyaan, dan sebagainya.
Menariknya, ternyata
proses pembelajaran di grup Facebook ini justru lebih hidup daripada
pembelajaran di kelas.
Emh … mungkin karena
kalo di medsos murid-murid nggak perlu bersuara secara lisan ya? Haha … aku
juga gitu sih.
Gimana cara
pembelajaran di grup Facebook ini?
Pembelajaran di Facebook
Ada tiga tahap pembelajaran Bahasa Indonesia yang dilakukan Yayu melalui Facebook.
- Siswa dibebaskan
menggunakan Facebook sesuai dengan keinginannya. Syaratnya hanya satu, yaitu
menggunakan bahasa Indonesia (halaman 22).
- Pembelajaran
secara terstruktur dengan memberikan materi khusus, yaitu foto bercerita,
kesalahan berbahasa, pantun, sonian, dan haiku (halaman 23).
- Siswa diwajibkan mengirimkan tulisan hasil karyanya sendiri. Karya-karya itu sesuai dengan materi pembelajaran di tahap kedua atau materi pembelajaran bahasa Indonesia di kelas regular (halaman 24).
Bisa ditiru nih, caranya.
Hari gini, anak milenial kan akrab banget dengan gadget dan media sosial. Daripada
melarang-larang mereka atau mencurigai aktivitas mereka bermedia sosial,
mending rangkul mereka dengan cara begini.
Supaya nggak bosen,
bisa tiru cara Yayu mengundang guru tamu. Salah satunya Vivera Siregar untuk
materi Foto Bercerita.
Seru, nih. Jadi, ada
satu foto diunggah di grup. Kemudian anak-anak diminta menceritakan foto itu.
Bebas mau berimajinasi seperti apa. Bebas mau menganalisis gambar di foto itu,
menulis dongeng, puisi, atau apa pun yang mereka inginkan.
Gimana? Mau
mencobanya?
Beban Sebuah Buku Bahasa
Bagiku, sebuah buku
tentang pembelajaran bahasa Indonesia punya beban tersendiri. Beban apa tuh?
Bisa nebak nggak?
Yoi, beban untuk
menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Menggunakan kata baku,
diksi yang tepat, penulisan yang benar, kalimat efektif, minim typo (salah
ketik), serta tidak ada kalimat janggal seperti pada kasus pocong loncat-loncat
di BPJS.
Susah ya jadi pocong sekarang, mesti ngurus yang beginian juga. |
Lalu buku ini
gimana?
Ada beberapa
kesalahan yang kutemukan di buku ini. Emang sih, nyari kesalahan orang lain tuh
lebih gampang daripada nyari jodoh kesalahan sendiri.
Berikut beberapa
kesalahan yang kudapatkan di halaman 10 dan 11 buku ini.
Halaman 10 dan 11. |
1. syaraf
Yang baku menurut KBBI
Edisi V adalah saraf.
2. Mengkerdilkan.
Jika awalan me
bertemu kata dasar berawalan k, p, t, s, maka huruf awal k, p, t, s itu akan
lebur. Dengan begitu, me + kerdil + kan = mengerdilkan.
3. bukan ?
Seharusnya, tidak
ada jarak antara bukan dan tanda tanya. Cukup aku dan kamu aja yang
berjarak karena belum dipertemukan di depan penghulu. Jadi, yang benar
adalah: bukan?
4. hanya para blogger WB saja
Hm … sebenernya
cukup dengan "hanya para blogger WB" atau "para blogger WB saja".
5. se-dunia
Yang benar adalah
sedunia, tanpa tanda hubung (-). Kalau se-Indonesia mah bener pakai tanda
hubung karena Indonesia diawali dengan huruf kapital.
Hal lain yang
mengusikku adalah mengenai penulisan daftar pustaka dari media online.
Tidak cukup hanya
menulis kompasiana.com, japanlunatic.do.am, pikiranrakyat.com, shantystory.com,
atau yayuarundina.com.
Alamat web itu
seperti alamat sebuah kompleks perumahan. Banyak rumah kan di sana? Trus kita
mesti ke rumah nomor berapa?
Mengutip sumber dari
internet mesti mencantumkan nama penulis, nama web, judul artikel, URL artikel
yang dikutip, tanggal publikasi, dan tanggal kita mengaksesnya.
Kalau hanya ditulis
“kompasiana.com”, gimana pembaca bisa menelusuri ke sumber awal?
Tentang penulisan
daftar pustaka dari media online ini bisa dibaca lebih lanjut di artikel Penulisan Daftar Pustaka dari Internet.
Berharap pada Guru Bahasa Indonesia
Aktif bermedia
sosial sejak 2009 membuatku sering melihat penggunaan bahasa yang bikin sakit
mata.
Penggunaan bahasa
gaul dan nonbaku sih bukan masalah bagiku. Cuma, mata mulai sakit nih kalau
membaca tulisan alay. Misalnya:
- gurux – maksudnya: gurunya
- ibu’a – maksudnya: ibunya
- rumahq – maksudnya: rumahku
- satu x z – maksudnya: satu kali saja
- Mw g y – maksudnya: mau nggak ya.
Mirisnya, ada saja
guru yang juga berbahasa tulis seperti itu. Pak Hernowo (alm) pernah mengatakan bahwa bahasa alay adalah sebuah pemiskinan kemampuan berbahasa.
Khawatir nih, murid-murid yang diajar oleh guru alay juga akan meniru kealayan itu. Sama-sama pahamlah kita, contoh perilaku lebih mudah diserap dan ditiru dibandingkan segudang nasihat lisan.
Khawatir nih, murid-murid yang diajar oleh guru alay juga akan meniru kealayan itu. Sama-sama pahamlah kita, contoh perilaku lebih mudah diserap dan ditiru dibandingkan segudang nasihat lisan.
Semoga ke depannya
para guru (terutama guru Bahasa Indonesia) bisa memberikan teladan berbahasa yang baik. Buku ini dapat dijadikan
pengingat untuk kita berbahasa Indonesia dengan baik dan santun di media
sosial.
Cheers,
Nuhun teh Eno. Jeli bangets 😄😍
BalasHapusSami-sami, Teh
HapusSuka sama resensi dari Teh Eno. Dan iya aku setuju dengan harapan Teh Eno semoga guru Bahasa Indonesia bisa memberikan contoh berbahasa yang baik :)
BalasHapusTeh Eno keren. Tapi aku mo ngakak dulu lihat foto pocong mesti datang sendiri ke kantor BPJS. Hahahha...bodor Yaa Allah.
BalasHapusOia td aku mau komen yg cara belajar Bahasa Indonesia di Facebook. Bagus ya pakai foto trus siswa disuruh bikin karya tulisan apapun itu, sesuai imajinasinya. Keren banget.
Trus jadi ingat, betapa pusingnya baca tulisan alay gurux = gurunya, dsb. Lelah akutu...hahaha
Paling sering ditemukan, cara penulisan di dan ke apakah dipisah atau digabung, apakah sebagai awalan atau keterangan tempat. Bener gak sih?
Sekarang jarang ya anak muda yang nulis dengan Bahasa Indonesia yang baik. Mungkin aku aja yang kudet. Tapi aku juga anak muda...eeaaa.... yang sering cara nulisnya aneh.
Makasih Teh Eno, pencerahannya berguna banget.
Saya jadi inget zaman SMS dihitung 160 karakter dan disanalah mulai ada singkatan dan bahasa alat yang super tak kumengerti
BalasHapusKeyboard QWERTY dari blackberry dan pesannya juga jadi wadah tumbuh suburnya bahasa alay
Berbahasa Indonesia di Media Sosial ??
BalasHapusYup"s.. Aku mengapresiasi sekali hal demikian, tapi menurutku jangan hanya di media sosial aja,tapi di televisi pun mesti menggunakan bahasa Indonesia.
Miris banget memang,anak' generasi sekarang menggunakan bahasa "ALAY"
yang terkadang terkesan kasar
Ya ampun aku sampai kaget dengan bahasa medos yang ambigu sehingga diinterpretasikan salah. Apalagi yang BPJS itu mbak hehehe
BalasHapushaduuh, itu yg nulis bahasa singkatan (alay) gitu gurunya?
BalasHapusduuhh, padahal di awal udah bangga nih pembelajaran Facebook group bisa jadi salah satu cara baru belajar nih ternyata dalamnya banyak yang bikin gemes juga ya, moga gak berlanjut kesalahan-kesalahan kayak gini ya.
emang gemesss kalau soal typo-typo yang disengaja gitu :D
hihihi.. aq pun sama nih menulis B.Indonesia masih blm benar, serasa dicubit deh achh
BalasHapusSebenenernya bahasa Indonesia itu indah bangeeet banyak sekali padanan bahasa yang jarang diketahui, saya kalau di twitter follow Ivan Lanin itu suka twit dlm bahasa Indonesia yg bener, jadi sekalian belajar :D
BalasHapuskalo aku amati di medsos dan blog pun, banyak yang tidak berkaidah bahasa yang baik sih, meski itu personal, sebaiknya untuk kaidah EYD umum sebaiknya tetap kita terapkan, aku pun begitu
BalasHapusAhai... Jadi ingat dulu pernah alay dengan pakai x sebagai ganti - nya. Kalau dibaca ulang memang bikin sakit mata.
BalasHapushahahaha.
Pening....
Yang pening itu kepala, Gaezzz....
Nah kan alay juga.... 🙈
Aku suka pusing kalo baca yang pake Bahasa Indonesia nya ga bener dicampur bahasa alay bikin pusing kak
BalasHapusBuat konsisten berbahasa Indonesia di ranah publik Indonesia juga sekarang jadi tantangan karena kecenderungannya sekarang orang sedikit-sedikit pakai istilah bahasa inggris. Kebanyakan orang kita malah minim kosakata bahasa Indonesianya. Ini jadi tantangan juga buat penulis literatur menyampaikan tulisan berbahasa Indonesia dengan gaya yang menarik.
BalasHapus